Batik Herbal

Warna Alam Selamatkan Pengrajin dan Lingkungan

“Selamatkan Sumber Air dengan Pewarna Alam”

Leave a comment

Batik itu warisan budaya….
Kita harus lestarikan
Batik itu sangat indah….
Kita nikmati dan gunakan
Batik itu diakui Unesco
Kita bangga atas pencapaian ini
Batik itu menghasilkan limbah 😦
Kita harus bisa atasi masalah ini 🙂

Pamekasan telah dicanangkan sebagai “Kota Batik” dan diantara kabupaten lain di Madura kota Pamekasan relatif lebih banyak memproduksi batik. Di Pamekasan ada sebuah pasar tradisional batik yang sangat besar tempat bertemunya pengrajin, pedagang dan pembeli (hanya buka pada hari kamis dan minggu). Tentu saja dengan pewarna sintetik. Batik Madura “Pamekasan” sangat laku di pasaran domestik dan bahkan sampai mancanegara dengan warnanya yang berani dan motif beragam banyak menarik minat pecinta batik. Dengan batik, masyarakat sangat terbantu secara ekonomi baik untuk kehidupan sehari-hari bahkan untuk biaya bersekolah sampai ke jenjang perguruan tinggi. Bahkan ada ungkapan “Jika kami tidak membatik esok tak bisa makan Jika membatik 20-30tahun lagi efeknya”

Akan tetapi dibalik keindahannya batik menyimpan permasalahan yang belum terpecahkan yaitu limbah batik terutama zat pewarna sintetik/kimia. Limbah batik menjadi persoalan yang dilematis dan sulit untuk dipecahkan. Limbah batik berupa puluhan kubik air yang bercampur pewarna sintetis yang dihasilkan setiap pengrajin di Pamekasaan saat ini setiap hari hanya dibuang begitu saja tanpa ada pengolahan terlebih dahulu. Tentu saja hal ini menyebabkan pencemaran pada air tanah (air sumur) yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari seperti mandi, mencuci, memasak dll. Sebagian besar pengrajin belum tahu akan bahaya bahan pewarna kimia ini karena tidak dirasakan dalam jangka pendek. Yang penting untuk mereka saat ini adalah membatik dan laku dijual untuk melanjutkan hidup.

Pencemaran limbah batik ini berasal dari zat pewarna kimia apalagi saat ini peminat batik madura sangat banyak jadi produksi yang semakin tinggi yang akan membuat penggunaan zat pewarna sintetik semakin besar juga tentunya. Efek negatif pewarna kimia dalam proses pewarnaan oleh pengrajin batik adalah resiko terkena kanker kulit karena pewarna kimia yang digunakan tidak bisa terurai. Ini terjadi karena saat proses pewarnaan umumnya para pengrajin tidak menggunakan sarung tangan sebagai pengaman, kalaupun memakai tidak benar-benar terlindungi secara maksimal. Akibatnya kulit tangan yang terkena zat pewarna kimia secara terus menerus seperti naftol yang biasa digunakan dalam pewarnaan batik. Bahan kimia yang termasuk dalam kategori B3 (bahan beracun berbahaya) ini dapat memacu kanker kulit.

Keadaan ini tidak hanya terjadi di Pamekasan saja tetapi tentunya di daerah-daerah sentra batik seperti Pekalongan dll. Untuk menganggarkan biaya pembuatan pengolahan limbah batik sepertinya tidak mungkin karena sangat mahal dan nantinya akan menaikkan harga jual batik artinya daya saing akan berkurang jika tidak laku mereka tidak bisa hidup. Semestinya pemerintah atau lembaga lainnya membangun unit pengolahan limbah digunakan bersama-sama untuk mengatasi masalah ini agar batik bisa terus hidup dan lingkungan tetap terjaga. Jika tidak maka kelangsungan hidup akan terancam karena kualitas air tanah dan sungai menurun akibat pencemaran.

Beberapa solusi untuk mengatasi bahaya pencemaran sumber air oleh limbah zat pewarna kimia batik sebagai berikut :

  1. Pemerintah atau lembaga lain sebagai donatur membangunan sarana pengolahan limbah batik di desa-desa pengrajin yang digunakan dan dikelola bersama-sama. Disertai dengan penyuluhan kepada pengrajin tentang bahayanya limbah zat warna kimia batik baik untuk pengrajin itu sendiri dan lingkungan terutama pencemaran sumber air, agar kesadaran timbul dari diri masing-masing bukan karena paksaan atau takut pada peraturan. Tentu saja untuk mempermudah pengelolaan dan koordinasi maka dibentuklah sebuah organisasi atau komunitas yang bertujuan untuk menyatukan pengrajin menjadi satu visi, dalam organisasi ini anggota dan pengurus terdiri dari pengrajin. Jika ada biaya yang harus dikeluarkan untuk pengelolaan limbah bisa ditanggung bersama.

  2. Dikenalkan kembali para pengrajin ini dengan batik yang menggunakan warna alam seperti pada zaman dahulu dimana limbah zat pewarna sangat aman untuk pengrajin dan ramah lingkungan. Sebagian besar pengrajin enggan menggunakan pewarna alam karena selain ribet karena harus dibuat segar juga prosesnya sangat lama dibandingkan dengan penggunaan zat pewarna kimia. Tetapi jika dilihat dari segi keamanan dan ramah lingkungan sangat besar manfaatnya. Edukasi sangat penting disini bisa juga dengan membentuk komunitas batik warna alam untuk keperluan edukasi dan membantu pemasarannya. Disertai dengan pengetahuan untuk selalu menjaga hutan dan alam bukan berarti penggunaan warna alam malah akan merusak lingkungan dengan menebang demi keperluan zat warna. Membangun hutan-hutan kecil di desa-desa pengrajin yang akan ditanami pohon dan tanaman sumber zat warna alam seperti pohon jati, kesumba, nangka, mengkudu, secang, pacar cina, mimba dan masih banyak lagi. Jadi selain aman dan ramah lingkungan akan terbentuk “litle forest” yang akan sangat membantu penyerapan dan penyimpanan air hujan dalam tanah.

  3. Edukasi pada pembeli, pengguna, pecinta dan kolektor batik melalui website, social media dll bahwa betapa bahayanya zat pewarna alam ini untuk bumi kita, pencemaran yang terus menerus selama bertahun-tahun akan merusak sumber air bersih terutama diwilayah produsen batik.

Selamatkan sumber air, selamatkan bumi kita untuk anak cucu kita sendiri!!

Zat Warna Kimia

Zat Warna Kimia

Zat Warna Kimia

Zat Warna Kimia

Leave a comment